Politik Identitas vs Politik Kekuasaan, Mana yang Lebih Kuat?

Politik Identitas vs Politik Kekuasaan, Mana yang Lebih Kuat?
Kamis, Desember 12, 2019
Kekuasaan, POLITIK IDENTITAS VS POLITIK KEKUASAAN - Secara umum Politik identitas adalah sebuah alat politik suatu kelompok seperti etnis, suku, budaya, agama atau yang lainnya untuk tujuan tertentu, misalnya sebagai bentuk perlawanan atau sebagai alat untuk menunjukan jati diri suatu kelompok tersebut.

Identitas dipolitisasi melalui interpretasi secara ekstrim, yang bertujuan untuk mendapat dukungan dari orang-orang yang merasa 'sama', baik secara ras, etnisitas, agama, maupun elemen perekat lainnya.

politik-identitas-vs-politik-kekuasaan
Politik identitas ini identik menggunakan identitas diri seperti ras, agama, atau sekelompok yang memiliki golongan yang sama

Politik identitas, menurut Abdillah (2002) merupakan politik yang fokus utama kajian dan permasalahannya menyangkut perbedaan-perbedaan yang didasarkan atas asumsi-asumsi fisik tubuh, politik etnisitas atau primordialisme, dan pertentangan agama, kepercayaan, atau bahasa.

Politik identitas hadir sebagai narasi resisten kelompok terpinggirkan akibat kegagalan narasi arus utama mengakomodir kepentingan minoritas; secara positif, politik identitas menghadirkan wahana mediasi penyuaraan aspirasi bagi yang tertindas

POLITIK IDENTITAS vs POLITIK KEKUASAAN


Politik identitas yaitu suatu cara berpolitik yang menggunakan metode dan asumsi forced support (Racial Power). Mengapa dikatakan seperti itu? Politik identitas ini dalam politik kekuasaan memiliki kriteria sifat politik yang ekstrem.

Politik identitas ini identik menggunakan identitas diri seperti ras, agama, atau sekelompok yang memiliki golongan yang sama, bisa kita gambarkan saja seperti dalam pemilihan umum untuk memilih bupati. Bupati tersebut adalah penduduk dan orang Betawi asli.

Ia akan mensugestikan atau meyakinkan orang-orang yang juga berasal dari Betawi untuk memilihnya dikarenakan dengan asumsi berasal dari asosiasi dari identitas yang sama.

Tentu saja kita dapat mengetahui bagaimana sifat dari politik identitas ini sendiri, kuat dan cukup mengikat

Kenapa saya mengatakan kuat dan mengikat padahal ini bukan hukum?

Karena ini adalah suatu adat tersendiri dari setiap golongan yaitu adat untuk mendukung sesama ras, membantu sesama ras.

Lain kata dengan agama walau menurut saya politik identitas juga bisa identik dengan kesamaan agama dan sejenisnya namun agama tidak mengajarkan kita untuk menggunakan prinsip seperti ini.

Agama mengajarkan agar kita lebih cermat dalam menggunakan akal dan pikiran.

Karena pada realitanya jika kita sudah menjadi korban dari politik identitas, apakah kita sepemikiran dari politisi tersebut, dari orang yang mensugestikan politik identitas dengan alasan dari asosiasi identitas yang sama, belum tentu.

Di sini saya akan mengulas contoh fenomena politik identitas dan politik kekuasaan. Contoh pemilihan Gubernur DKI Jakarta tahun pemilu 2012

Berikut nomor urut pasangan calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta:
  1. Fauzi Bowo dan Nachrowi Ramli pasangan calon dari Partai Demokrat;
  2. Hendardji Supandji dan Ahmad Riza Patria pasangan calon dari jalur independen;
  3. Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama pasangan calon dari PDIP dan Gerindra;
  4. Hidayat Nurwahid dan Didik J Rachbini pasangan calon dari PKS dan PAN;
  5. Faisal Basri dan Biem Benyamin pasangan calon dari jalur independen; dan
  6. Alex Noerdin dan Nono Sampono pasangan calon dari Golkar, PPP, dan PDS.
Dalam marak pemilu pada tahun itu, Menurut saya sendiri politik identitas sangat disuarakan karena politik identitas ini menurut saya bersifat transparan.

Pada saat itu politik identitas gunakan oleh beberapa calon cagub/cawagub yang berasal dari orang Betawi asli, karena tentunya di Jakarta itu mayoritas penduduk adalah orang Betawi.

Pada saat kampanye pada waktu tersebut banyak sekali slogan, lontaran ucapan yang datang dari beberapa cagub/cawagub yang berasal dari orang Betawi asli.

Sempat saya survey dan mendengar langsung pada saat kampanye mereka waktu itu,

"Orang Betawi pilih orang Betawi asli"

Ucap mereka sewaktu kampanye. Namun bagaimana pada realitanya? Lebih kuat mana politik identitas atau politik kekuasaan?

Pada akhirnya yang cagub/cawagub terpilihpun bukan asli dari asosiasi identitas ras Betawi melainkan berbeda, sini kita dapat melihat efektifitas politik identitas di masa sekarang.

Anda dapat melihat dari orientasinya bagaimana politik bekerja, efektifitas strategi politik tidak akan tampil di muka, dan akan menjadi proses yang tak dapat diperkirakan.


Berlangganan update artikel terbaru via email:

Belum ada Komentar untuk "Politik Identitas vs Politik Kekuasaan, Mana yang Lebih Kuat?"

Posting Komentar

Silakan tinggalkan komentar jika ada yang perlu didiskusikan. Jangan pernah gunakan ujaran kebencian, bullying, dan kalimat-kalimat yang mengandung unsur SARA!

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel

Iklan Bawah Artikel